Bertempat di kantor Aceh Women’s for Peace Foundation, Jurnal Perempuan mengadakan acara Gathering SJP (Sahabat Jurnal Perempuan) wilayah Aceh dan sekitarnya pada Minggu, 22 Mei 2016. Acara yang bertujuan untuk mempererat ikatan persabahatan dan menggali masukan dari SJP ini dibuka oleh ketua AWPF Irma Sari yang menyampaikan ucapan terima kasih pada SJP yang hadir dan pada Jurnal Perempuan yang memberi kepercayaan untuk memfasilitasi tempat. Gadis Arivia, Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, kemudian menjelaskan maksud diselenggarakannya pertemuan SJP tersebut. Gadis menjelaskan pada kegiatan di Minggu pagi tersebut JP ingin mendengar masukan dari para Sahabat JP agar ke depan JP menjadi semakin baik apalagi menjelang usianya yang akan mencapai 20 tahun pada Agustus nanti. Demikian juga sebaliknya JP juga ingin mendengar dari para SJP Aceh yang meliputi kalangan akademisi dan aktivis atas kondisi perjuangan perempuan Aceh yang aktual. Gadis kemudian memperkenalkan staf JP dan dilanjutkan dengan perkenalan SJP.
Acara dilanjutkan dengan presentasi tentang Sahabat Jurnal Perempuan oleh Himah Sholihah. Ia menjelaskan perkembangan dan situasi aktual SJP. Menurut Himah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tercatat sebagai wilayah dengan jumlah SJP tertinggi di antara provinsi lain di pulau Sumatra. Selain itu di Aceh juga terdapat perwakilan SJP Daerah dengan koordinator dari AWPF. Selain menjadi mitra dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan JP, perwakilan SJP daerah juga menjadi rekanan untuk menjual produk-produk JP. Setelah itu Anita Dhewy, Sekretaris JP menjelaskan produk-produk JP yang lain seperti website, YJP Press dan media sosial yang aktif digunakan dalam proses-proses advokasi dan penyebaran pengetahuan. Anita juga mengundang para SJP untuk ikut berkontribusi dalam mengoptimalkan keberadaan masing-masing media tersebut dalam mendukung upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan.
Setelah itu para SJP kemudian menyampaikan masukannya bagi JP. Samsidar aktivis yang saat ini menjadi Ketua Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan mengungkapkan JP cocok untuk kalangan akademisi dan aktivis. Untuk itu perlu dipikirkan ada edisi khusus yang mungkin bisa berbentuk executive summary dengan bahasa populer sehingga lebih memudahkan bagi khalayak luas untuk membacanya. Dengan demikian JP tidak perlu menurunkan kualitasnya yang memang sudah bagus. Ia juga mengaku dirinya terbantu dengan keberadaan JP sebagai referensi saat membuat laporan atau tulisan. Hampir senada dengan Samsidar, Bakti Siahaan, dosen hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala mengutarakan bahwa perlu ada pra kondisi yang dilakukan. Seperti misalnya membuat pelatihan menulis berperspektif feminis sehingga JP tidak perlu menurunkan level kualitasnya. Ia juga mengatakan format JP sebagai jurnal ilmiah sudah sangat bagus dan dapat mendorong akademisi maupun publik secara luas untuk membaca.
Acara pagi hari itu juga diisi dengan diskusi tentang situasi sosial politik aktual yang terjadi di Aceh yang juga berpengaruh terhadap kehidupan perempuan. Seperti misalnya persoalan kucuran dana yang banyak mengalir bagi desa dengan skema dari pemerintah pusat yang belum banyak memerhatikan aspek gender, aspek lingkungan dan sinkronisasi antar kementerian/lembaga. Menurut Bakti belum terlihat jelas tujuan dasar penguatan desa yang digulirkan pemerintah. Ia khawatir program-program sejenis justru akan menimbulkan masalah baru sementara masalah lama belum teratasi. Ia menambahkan jika aspek sensitivitas gendernya saja belum tersentuh apalagi bicara soal keadilan. Selain itu Samsidar mengungkapkan bahwa di Aceh diskursus terkait gugatan terhadap budaya patriarki masih mengundang banyak penolakan dan dituduh sebagai keluar jalur bahkan kafir. Munawiah, dosen UIN Ar Raniry Banda Aceh juga menceritakan bahwa stigma masih banyak dilekatkan pada perempuan, seperti misalnya tuduhan bahwa pendidikan tinggi dan kepandaian yang dimiliki perempuan menjadi penyebab tingginya angka perceraian di Aceh. Mereka berharap isu-isu aktual yang terjadi di Aceh ini dapat dikaji dan diteliti secara lebih mendalam oleh Jurnal Perempuan sebagai salah satu upaya advokasi di tingkat nasional. Usai diskusi acara dilanjutkan dengan makan siang bersama dengan menu khas Aceh. (Anita Dhewy)