10 Alasan Hukuman Kebiri Tidak Efektif Bagi Pelaku Kejahatan Seksual

Foto: Ilustrasi kebiri kimia (Pantau.com/Amin H. Al Bakki)

Siapa pun orang dengan kemanusiaannya akan sedih, berduka, marah dan mengutuk atas kejahatan seksual yang menimpa Yuyun (14). Setiap orang setuju, pelaku pemerkosa dan pembunuh harus dikenakan hukuman berat yang berefek jera. Hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual pun diwacanakan. Efektifkah?

Berikut 10 alasan mengapa hukuman kebiri tidak efektif bagi pelaku kejahatan seksual:

1. Mana yang Sakit, Mana yang Diobati
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSJKI), kejahatan seksual terjadi tidak semata-mata dipicu oleh dorongan seksual yang tidak terkendali akibat ketidakseimbangan hormonal. Kejahatan seksualjuga terjadi karena karena gangguan kepribadian antisosial/psikopat, penyalahgunaan zat, gangguan rasa percaya diri, gangguan pengendalian impuls dan gangguan psikis lain. Ini senada dengan pendapat dari Perhimpunan Dokter Spesialis Andrologi Indonesia (Persandi).

“Yang sakit itu kan jiwanya, kastrasi atau kebiri tidak akan menyelesaikan jiwanya, makanya saya kurang setuju dengan diberlakukannya itu,” kata Boyke Dian Nugraha.
Jadi seseorang melakukan kekerasan atau kejahatan seksual bukan semata dorongan seksual tetapi menderita sakit pemilihan, psikologis dan kejiwaannya. Hukuman kebiri kimia dimaksudkan menekan dorongan seksual pelaku kejahatan seksual. Lagi pula, seseorang dapat dinyatakan bersalah bukan karena hasrat seksual, melainkan perilaku seksualnya.

2. Melanggar Etika Medis
Menkes Nila Moeloek mengingatkan bahwa profesi kedokteran sesungguhnya lebih fokus pada tindakan mengobati dan memperbaiki, bukan malah merusak tubuh.

“Nah suntik kebiri kan bukan mengobati tetapi mengubah fungsi organ seksual,” jelasnya. Karena itu Kemenkes akan mengambil peran pada upaya preventif, promotif dan kuratif agar kasus kejahatan seksual anak tidak terulang kembali.

3. Efek Samping Kebiri
Kebiri berdampak panjang secara medis, psikologis, kejiwaan dan sosial bagi seseorang yang dikenakannya

“Tindakan mengganggu hormon seseorang dengan maksud mengurangi libido, apapun tindakan ini ada side effect-nya, ini yang harus kita pertimbangkan. Kita tidak bisa terlalu emosional, istilahnya barangkali demikian,” tutur Menkes Nila Moeloek.

Menkes juga menyatakan hukuman kebiri kimia masih dalam tahap uji klinis. Menkes menyebut kebiri yang direncanakan menjadi hukuman tambahan bagi para pelaku kejahatan seksual dapat menyebabkan kanker.

Sementara itu, Wakil Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr. Eka Viora, Sp.KJ(K) menerangkan bahwa efek samping dari obat yang digunakan pada tindakan kebiri kimia akan mempengaruhi banyak sekali sistem tubuhnya.

“Di antaranya akan mempengaruhi fungsi hormon sekunder laki-lakinya akan jadi hilang. Dia akan jadi seperti perempuan. Kalau waria senang biasanya karena akan muncul sifat-sifat perempuannya, misalnya payudara bisa membesar, tapi tulang mudah keropos. Itu kan membunuh juga kan namanya,” terang dr. Eka Viora.

4. Tidak Sesuai Prinsip Pemidanaan
Undang-Undang Pemasyarakatan menyebutkan orientasi pemenjaraan adalah pada pemasyarakatan. Kalau kembali ke cita-cita itu, satu-satunya hukuman adalah kehilangan kemerdekaan bergerak, tak ada hukuman lain. Pemidanaan bukan balas dendam negara terhadap pelaku kejahatan. Pemasyarakatan tak boleh menjadikan narapidana lebih buruk atau lebih jahat dari semula. Narapidana itu juga manusia.

Usulan penerapan hukuman kebiri justru melegalisasi perwujudan balas dendam terhadap pelaku kejahatan seksual. Ini tidak sesuai dengan prinsip pemidanaan atau pemasyarakatan.

5. Memperpanjang Rantai Dendam
Pemerhati anak, Seto Mulyadi mengkhawatirkan pelaku kejahatan seksual akan menjadi lebih berbahaya dan beringas bila masih memiliki rasa dendam karena alat vitalnya sudah dikebiri. Rasa dendam yang berlebihan ini ditakutkan dapat membuat pelaku bertindak lebih kejam dan berbahaya kepada korbannya

“Kalau dikebiri ini membuat dia jadi punya rasa dendam karena diputus kemampuan seksualnya. Kemudian dia bisa jadi melakukan tindakan pemerkosaan yang lebih sadis dengan cara-cara lain. Nah, ini justru akan bertambah parah karena ada rasa dendam di dalam dirinya dan sangat berbahaya bagi korban,” ujar Kak Seto.

6. Melanggar HAM
Komnas HAM tidak setuju hukuman kebiri karena bertentangan hak azasi manusia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28g ayat 2, setiap orang berhak bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia.

Ada pula aturan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998. Selain itu, tindakan tersebut bentrok dengan hak atas persetujuan tindakan medis serta hak perlindungan atas integritas fisik dan mental seseorang.

7. Tidak Relevan dengan Prinsip Islam
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Syam mengatakan hukuman kebiri tidak sejalan dengan aturan agama Islam. “Pengebirian itu tidak relevan dengan prinsip agama Islam,” ujarnya.

Menurut Nur, agama Islam mengharuskan manusia menjaga keturunan. “Jadi, agama tidak membolehkan manusia memutus mata rantai keturunannya,” kata Nur Syam

8. Biaya Kebiri Mahal
Spesialis urologi dr. Arry Rodjani, SpU mengungkapkan, pengebirian sebagai langkah untuk menurunkan gairah seksual seseorang membutuhkan biaya yang tak murah. Untuk sekali melakukan kebiri kimia membutuhkan biaya mulai dari Rp. 700 ribu hingga Rp 1 juta untuk sekali penggunaan.

“Satu kali pemberian biasanya untuk satu bulan saja atau tiga bulan. Kalau tidak diberikan akan kembali lagi. Biaya memang mahal. Menurut saya, untuk apa diberikan. Buang-buang ongkos saja,” ujarnya.

9. Tidak Cukup Didukung Kementerian Teknis dan Lembaga
Hukuman kebiri belum atau tidak menyetujui diantaranya Kemenkes, Kemenkum HAM, Kemenag, Muhammadiyah, YLBHI, ICJR, ARI, dan beberapa tokoh pembela hak anak dan HAM.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menilai banyak dampak negatif terkait hukuman itu. “Kami sudah mendengarkan penjelasan dari ahli kejiwaan dan ahli andrologi. Kebiri bukan hukuman yang tepat,” katanya.

Jadi Kementerian teknis yang terkait langsung pelaksanaan hukuman kebiri tidak mendukung seperti Kementerian Kesehatan, Kemenkum HAM dan Kementerian Agama. Sementara itu pihak yang setuju hukuman kebiri diantaranya Kemen PPPA, Kemensos, POLRI, Kejagung dan KPAI.

10. Tidak Selesaikan Akar Masalah
Dibanyak kasus atau hampir semua kejahatan seksual berhubungan erat dengan pornografi, narkoba dan minuman keras. Bisa dikatakan, kejahatan seksual merupakan bagian hilir dari persoalan pokoke di bagian hulu seperti moral kepribadian seseorang dan masalah pornografi, narkoba dan minuman keras.

Jika demikian, tidaklah tepat jika hanya berkutat membicarakan wacana hukuman kebiri. Semestinya lebih berfokus pada pokok permasalahan, seperti pendidikan dan ketahanan keluarga. Dan pastinya harus serius menyelesaikan masalah pornografi, narkoba dan minuman keras.

Persiapan kejahatan seksual tidak hanya bisa diselesaikan dengan hukuman pidana yang menimbulkan efek jera belaka, tetapi juga pencegahan dan pengobatan. Pencegahan dengan memberikan pendidikan keluarga baik orang tua dan anak dalam hal moral, agama dan sosial. Pengobatan dilakukan kepada pelaku kejahatan seksual mengalami gangguan kepribadian, psikis dan kejiwaan.

Dan untuk memberikan efek jera, pemberatan sanksi hukuman penjara bagi pelaku kejahatan seksual dapat dilakukan dengan menambah maksimal hukuman penjara menjadi 20 tahun, 30 tahun atau seumur hidup. Singkat kata, kejahatan seksual mesti ditanggulangi dengan edukasi, terapi dan sanksi.


Diolah dari berbagai sumber:
– antaranews.com
– okezone.com
– tempo.com
– detik.com
– kompas.com
– metronews.com
– republika.co.id

Di Posting di : http://anjarisme.blogspot.co.id/2016/05/8-alasan-hukuman-kebiri-tidak-efektif.html

One comment on “10 Alasan Hukuman Kebiri Tidak Efektif Bagi Pelaku Kejahatan Seksual

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *